About Me

Foto saya
tangerang, Banten
aq adlh org maluku asli walaupun msh ad darah betawi n belanda tp aq lebih senang bl m'artikan diri ku ini org ambon........ karna m'nurut aq orang ambon lebih pny rasa prsaudaraan yg kuat dr pada smw suku d indonesia dan walaupun org ambon tdk knl sapa sdr2 na yg ad d negri kincir angin tp disana mereka lebih tahu silsilah keluarga mereka d tanah pattimura..... Jd saya bangga jd org Maluku n Indonesia

Rabu, 22 Juli 2009

Tumpas Kampung Ambon yang Bocor


Polisi kembali merazia kawasan Kampung Ambon Cengkareng untuk menangkap bandar narkoba. Namun, operasi bersandi “Tumpas” itu telah bocor terlebih dulu sehingga hanya pelaku kecil yang digelandang ke tahanan.

Sekitar 800 petugas gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Mabes Polri, Polda Metro Jaya, Brimob, POM TNI, BNN, Badan Narkotika Propinsi (BNP), Polres Jakarta Barat, dan Polsek Cengkareng, telah berkumpul di Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sejak pukul 04.00 pagi WIB, Sabtu (28/6). Setengah jam kemudian, pasukan dengan sandi “Operasi Tumpas” itu bergerak sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiga buah bus penumpang antar provinsi dan puluhan kendaraan jenis roda empat lainnya dikerahkan untuk mengangkut pasukan mencapai lokasi operasi.

Namun, ketika pasukan merangsek masuk ke kawasan Perumahan Permata, Kelurahan Kedaung Angke, Cengkareng, Jakarta Barat, yang juga dikenal sebagai Kampung Ambon, tak ada tanda-tanda kehidupan apalagi perlawanan, seperti yang pernah terjadi awal Februari lalu. Tak ingin operasi dikatakan gagal, pasukan kemudian melakukan penyisiran ke rumah-rumah warga yang telah ditetapkan sebagai target operasi.

Pasukan “Operasi Tumpas” lagi-lagi tak mendapatkan target. Malah, sebagian rumah ditinggal penghuninya, sehingga polisi harus mendobrak masuk untuk menggeledah rumah. Lebih tiga jam bekerja, sejumlah barang bukti didapat, diantaranya adalah ratusan gram narkoba dari jenis ganja dan shabu beserta perlengkapan untuk mengkonsumsinya seperti bong.

Polisi juga mengamankan 9 orang warga yang diduga sebagai pengguna dan pengedar narkoba. Di antara mereka adalah seorang ayah dan anaknya yang sedang hamil 9 bulan. Saat ditangkap, wanita berambut pendek ini meraung-raung dan menolak untuk di tes urine.

“Operasi telah bocor, sehingga target operasi telah keburu menyelamatkan diri. Padahal, pemukiman ini telah dikategorikan sebagai daerah Merah. Jaringan di sini sudah sangat kuat," ujar Brigjen Pol Indradi Thanos, Direktur Narkoba Bareskrim Mabes Polri.

Indradi mengiyakan kemungkinan adanya oknum polisi yang membekingi para pengedar tersebut, sehingga operasi kali itu bocor. "Sekarang sedang kita investigasi," ujar Indradi.

Kampung Ambon merupakan pemukiman yang terdiri dari 9 Rukun Tetangga (RT), yang menjadi tempat tinggal bandar narkoba kelas kakap. Masyarakat sebenarnya telah mengetahui aktivitas para pengedar narkoba tersebut, bahkan mereka kerap melakukan transaksi secara terang-terangan.

Para bandar bahkan tengah membangun sebuah markas yang terbuat dari bambu di atas lahan sekitar 200 meter persegi. Tapi, masyarakat tidak berani bertindak, karena ada oknum petugas polisi yang secara rutin meminta setoran kepada para pengedar, "Aparat juga ikut bermain. Warga takut untuk melapor, malah RT-nya di maki-maki," ujar seorang warga.

Didukung ibu-ibu

Perumahan Permata atau Kampung Ambon memang dikenal sebagai basis narkoba, mulai dari ganja, shabu, ekstasi, putau dan lainnya semua ada. Bila hari sudah malam, setiap sudut jalanan diperumahan itu dengan sekejap berubah menjadi bursa transaksi narkoba.

Penjualan barang yang memabukkan ini memang terbilang sangat rapi. Ada bagian terima pasokan, tukang bungkus (pengepak), bagian penyimpan barang, penjaga pintu masuk, kasir berjalan tukang sinyal (pemukul tiang telepon) sampai spesialis untuk meneriakkan ‘maling’ jika polisi merangsek memburu narkoba ke perumahan itu.

Bagian-bagian ini selain mendapatkan upah yang sangat menjanjikan mereka juga umumnya dilengkapi telepon selurar atau HP. Tujuannya yaitu untuk memudahkan komikasi antara satu dengan yang lain jika ada hal-hal atau ‘gerakan’ yang mencurigakan atau polisi akan melakukan penggrebekan.

Pernah sejumlah petugas berpakaian preman melakukan pengintaian untuk mencari titik tempat transaksi. Namun ditengah pengamatan itu tiba tiba muncul beberapa ibu-ibu memukul tiang telepon secara berulang-ulang dengan sekuat tenaga. Pemukulan tiang telepon itu disambut oleh ibu-ibu yang lain dengan berteriak maling dan sudah disepakati pemukulan tiang telepon itu merupakan tanda ada polisi yang masuk.

“Dari tanda itu, warga kemudian berbondong-bondong keluar rumah dan mengejar para polisi itu. Jika mereka mengetahui polisi masuk, warga dengan serempak akan menutup semua portal dan mengepung polisi,” kata seorang petugas reserse narkoba Mapolsek Cengkareng.

Awal Februari lalu, saat ratusan petugas gabungan melakukan razia secara besar besaran di perumahan itu, ratusan warga malah menyambut kedatangan petugas dengan lemparan batu dan ratusan pedang samurai. Sambil berteriak maling, warga secara bersama sama berupaya mengusir polisi. Dari kenyataan ini, tampaknya warga tidak ingin petugas mengotak-atik bursa narkoba di lingkungan mereka dan berupaya keras menghalau kedatangan petugas.

Mungkin, kondisi inilah yang membuat petugas enggan melakukan razia setiap hari (berkelanjutan). Sebab setiap kali dilakukan razia, warga selalu melawan.

Pernah seorang pemuda berusia 27 tahun tewas ditembak karena menyambut kedatangan polisi dengan sebuah golok terhunus. Ditengah perlawanan warga, pemuda itu maju dengan sebilah golok

Selain itu, polisi juga tampaknya kesulitan untuk mendeteksi sistem transaksi yang mereka lakukan. Sebab, antara pemasok, bandar dan pembeli selalu berhubungan dengan telepon seluler. Biasanya setelah narkoba dipasok ke dalam, para bandar diperumahan itu tidak pernah menyertakan barang bukti saat bertransaksi.

Jika ada pesanan, para bandar meletakkan begitu saja barangnya ditepi jalan atau menggantungkannya di tiang listrik atau diranting pepohonan. Setelah barang itu diletakkan ditempat itu tadi, bandar lalu menghubungi pembeli untuk mengambilnya dan pembeli juga menyerahkan uangnya ditempat yang berbeda sesuai tempat yang telah ditentukan. Bagian pengambilan uang juga dilakukan oleh orang yang berbeda.

“Saat pembeli mengambil barang sudah ada orang yang mengawasi dia, tujuannya agar pembeli aman dan tidak mudah tertangkap tangan oleh petugas, kata seorang warga.

Selain itu, para bandar juga pintar dan tidak mudah dikelabui, mereka hanya melayani pembeli yang sudah biasa membeli atau langganan. Untuk menjaga kekompakan, sesama bandar saling menghargai dan mereka tidak saling serobot langganan. Saling menghargai ini juga bertujuan agar polisi tidak mudah memecah belah antara bandar dan mengantisipasi jika ada polisi yang menyamar dengan berpura pura sebagai pembeli.

Kompelek Perumahan Permata memang tidak kumuh. Mayoritas bangunan rumah di komplek tersebut terbuat dari beton dan bertingkat. Rumah tersebut berdiri berjejer dengan rapi dan suasana di perumahan itu juga terlihat tenang dan aman.

Diperumahan itu terdapat 12 RW dan antara warga saling menghargai serta selalu membantu jika ada warga yang mengalami kesulitan. Bantuan itu tidak mengenal kata utang-piutang atau lainnya, yang ada hanya kata saling membantu dan rasa kebersamaan diantara warga. Rasa kebersamaan inilah yang membuat antara warga saling memiliki, tanpa rasa risih bila tetangganya berbisnis barang haram.

Perumahan itu memiliki beberapa ruas jalan diantaranya Jalan Kristal, Jalan Mirah, Jalan Safir dan sejumlah ruas jalan kecil lainnya. Keberadaan perumahan Permata atau yang sering disebut orang sebagai Kampung Ambon ini seiring dengan rencana Gubernur DKI Jakarta yakni Ali Sadikin untuk melestarikan bangunan bersejarah di Jakarta pada tahun 1971-1972. Salah satu bangunannya yaitu Gedung Kebangkitan Nasional atau bekas Gedung Stovia (sekolah kedokteran masa Belanda).

Awalnya bangunan itu ditempati oleh bekas tentara Belanda atau KNIL dan setelah kemerdekaan mereka bergabung dengan TNI dan umumnya mereka itu berasal dari Maluku. Sebelum mereka dipindahkan dari bangunan itu, Gubernur kemudian membangun perumahan di Kedaung Kaliangke yaitu perumahan Permata. Setelah perumahan itu selesai dibangun, ratusan warga Maluku lalu dipindah ke komplek tersebut.

“Selama ini, kawasan Kompleks Ambon dikenal sebagai daerah merah atau daerah yang sangat rawan dengan pemakaian narkoba. Para pengedar bahkan menekan para warga sehingga hanya pasrah dengan keadaan. Selain itu, mereka memanfaatkan jaringan seperti pangkalan ojek, warung ataupun yang lainnya sebagai perpanjangan tangan mereka,” kata Brigjen Indradi Thanos.

0 komentar: